UU NO 29 TAHUN 2004 PASAL 73,77,78 TENTANG PRAKTIK
KEDOKTERAN DAN UU NO 23 TAHUN 2002 PASAL 39,40,41 TENTANG PENGANGKATAN ANAK
DOSEN PENGAMPU:ISTRI
DISUSUN OLEH KELOMPOK 3 :
1. IS MAYA : (15150060)
2. ANA
IRMA JULIANA SARI : (15150061)
3. ELISABETH
TUTI PURWANTI : (15150062)
4. PONI
HARDYANTI :
(15150063)
5. LENI
ANDRIWINI :
(15150064)
6. ENGGA
WIDIANTI NINGRUM : (15150065)
7. NOVA
VALENTINA :
(15150066)
D-III KEBIDANAN
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
TA 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah
ini.
Dan harapan
kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah
agar menjadi lebih baik lagi.
Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Yogyakarta, Juni 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
.........................................................................................i
DAFTAR ISI
.......................................................................................................ii
BAB
I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
..............................................................................................1
1. 2 Rumusan Masalah
.........................................................................................6
1. 3 Tujuan Penulisan Dan
Manfaat Penulisan ....................................................6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 UU No 29 Tahun 2004 tentang “Praktik Kedokteran” ................................7
2.2 UU No 23 Tahun 2002 tentang “ Pengangkatan Anak” ..............................7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
..................................................................................................9
3.2 Saran
............................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
A. Praktik Kedokteran
Profesi
kedokteran dan tenaga medis lainnya dianggap sebagai profesi yang mulia
(officium nobel) dan terhormat dimata masyarakat. Seorang dokter sebelum
melakukan praktek kedokterannya atau melakukan pelayanan medis telah melalui
pendidikan dan pelatihan yang cukup panjang. Sekarang ini tuntutan
professional terhadap profesi dokter makin tinggi. Berita yang
menyudutkan serta tudingan bahwa dokter telah melakukan kesalahan
di bidang medis bermunculan. Di negara-negara maju yang lebih dulu mengenal
istilah malpraktik medis ini ternyata tuntutan terhadap dokter yg melakukan
ketidak layakan dalam praktek juga tidak surut. Biasanya yg menjadi sasaran
terbesar adalah : dokter spesialis bedah (ortopedi, plastic dan syaraf), dokter
spesialis anestesi , dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan.
Dewasa ini,
tindak pidana di bidang medis sangat menjadi perhatian karena perkembangannya
yang terus meningkat dengan dampak/korban yang begitu besar dan kompleks, yakni
secara umum tidak hanya dapat menguras sumber daya alam, akan tetapi juga modal
manusia, modal sosial bahkan modal kelembagaan yang dilakukan dalam upaya
memberikan perlindungan terhadap korban tindak pidana medis tersebut.
Karena pada
dasarnya kebijakana hukum pidana upaya untuk merumuskan kejahatan yang lebih
efektif dan pada DIR I/ KAM & TRANNAS BARESKRIM POLRI Jakarta,Aspek Hukum
Malpraktek Pelayanan Kesehatan (Tinjauan Kasus Kriminal), 4 Juli 2010
hakikatnya merupakan bagian dari integral dari usaha perlindungan masyarakat
(social welfare). Perlindungan dan penegakan hukum di Indonesia di bidang
kesehatan masih terlihat sangat kurang.
Satu demi
satu terdapat beberapa contoh kasus yang terjadi terhadap seorang pasien yang
tidak mendapatkan pelayanan semestinya, yang terburuk dan kadang-kadang
berakhir dengan kematian.Berikut contoh-contoh kasus dugaan malpraktik:
1.
Kasus pasien (Djamiun) yang meninggal dunia karena kelebihan dosis obat
yang
diberikan.
2.
Kasus Nyonya Agian Isna Auli yang mengalami kelumpuhan setelah menjalani
operasi
Caesar.
3.
Kasus seperti alergi obat, misalnya Steven Johnson Syndrome, yang seharusnya
tidak
dapat dikategorikan malpraktik ,
oleh media langsung divonis sebagai kasus malpraktik.
4.
Kasus alergi kulit setelah terima imunisasi.
5.
Kasus bayi kembar yang mengalami buta dan gangguan penglihatan.
6.
Seorang dokter memberi cuti sakit berulang kali kepada seorang tahanan
padahal orang
tersebut mampu menghadiri sidang pengadilan perkaranya.Dalam hal
ini dokter
terkena pelanggaran KODEKI Bab-1 pasal 7 dan KUHP pasal 267.
7.
Seorang penderita gadar di suatu RS dan ternyata memerlukan pembedahan
segera.Ternyata pembedahan tertunda-tunda, sehingga penderita meninggal Sri
sumiati,
2009, Kebijakan hukum pidana terhadap korban tindak pidana di bidang medis,
hal 1
DIR I/ KAM & TRANNAS BARESKRIM POLRI Jakarta, Op.Cit., hal 36.
8.
Maulana adalah seorang anak berusia 18 tahun. Dulunya adalah anak yang
menggemaskan dan pernah menjadi juara bayi sehat. Namun makin hari tubuhnya
makin kurus. Dan organ tubuhnya tidak bisa berfungsi secara
normal. Tragedi ini
terjadi ketika Maulana mendapat imunisasi dari petugas kesehatan. Diduga
kuat
Maulana adalah korban mal praktek.
Di dalam
setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku normaetika dan norma
hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah
seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut.
Kesalahan dari sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan dari sudut
pandang hukum disebut yuridical malpractice.
Hal ini
perlu dipahami mengingat dalam profesi tenaga kesehatan berlaku norma etika dan
norma hukum, sehingga apabila ada kesalahan praktek perlu dilihat domain apa
yang dilanggar. Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang
mendasar menyangkut substansi, otoritas, tujuan dan sanksi, maka ukuran
normatif yang dipakai untuk menentukan adanya ethical malpractice atau
yuridical malpractice dengan sendirinya juga berbeda.Yang jelas tidak setiap
ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan tetapi semua bentuk
yuridical malpractice pasti merupakan ethical malpractice.
Tulisan ini
dimaksudkan untuk menambah wawasan tentang kelalaian dan malpraktik medic bagi
semua pihak, agar ketertiban dalam profesi dapat diwujudkan. Selain itu,
pengalaman-pengalaman buruk sebagai akibat negative kemajuan dan perkembangan
yang terjadi di masyarakat, harus diwaspadai untuk tidak terulang di Negara
kita. Semua pihak tentu tidak menghendaki peristiwa krisis malpraktik yang
sangat merugikan masyarakat. Agaknya perlu direnungkan ucapan George Santayana:
“Those who forget the past are condemmed to repeat it”, kemudian ucapan hakim
Taylor yang berbunyi “it is often said that a good physician-patient relationship
is the best prophylactic against malpractice suit”.
Hubungan
dokter-pasien yang baik ini hanya dapat dicapai apabila masing-masing pihak
benar-banar menyadari hak dan kewajibannya serta memahami
peraturanperundang-undagan yang berlaku.
B. Perlindungan anak
Dalam menyiapkan generasi penerus bangsa anak merupakan asset utama.Tumbuh
kembang anak sejak dini adalah tanggung jawab keluarga, masyarakat dan negara.
Namun dalam proses tumbuh kembang anak banyak dipengaruhi oleh berbagai factor
baik biologis, psikis, sosial, ekonomi maupun kultural yang menyebabkan tidak
terpenuhinya hak – hak anak.
Untuk
mengatasi permasalahan yang dihadapi anak telah disahkan Undang - Undang (UU)
Perlindungan Anak yaitu UU No. 23 Tahun 2002 yang bertujuan untuk menjamin
terpenuhinya hak – hak anak agar anak dapat hidup, tumbuh berkembang dan
berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan serta
mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak
Indonesia yang berkualitas berakhlak mulia dan sejahtera.
Akibat
kehilangan hak – haknya, banyak anak – anak menjalani hidup mereka sendiri.Oleh
karena tidak memiliki arah yang tepat, maka banyak pula anak - anak mulai
bersinggungan dengan hukum.Tindakan yang melawan hukum seperti pencurian,
perkelahian dan narkoba sangat sering dilakukan oleh anak.Hal ini terjadi
karena mereka sudah kehilangan hak-hak yang seharusnya mereka miliki.
Pasal 13 (1)
Undang – undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan setiap
anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain yang bertanggung
jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan :
a. Diskriminasi;
b.
Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. Penelantaran;
d.
Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. Ketidakadilan,
dan
f. Perlakuan salah lainnya.
Selanjutnya
dalam Pasal 11 UU No. 23 tahun 2002 disebutkan pula bahwa setiap anak berhak
untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya, bermain,
berekreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya demi
pengembangan diri. Anak adalah pemimpin masa depan siapapun yang berbicara
tentang masa yang akan datang, harus berbicara tentang anak-anak.
Menyiapkan
Indonesia kedepan tidak cukup kalau hanya berbicara soal income per kapita,
pertumbuhan ekonomi, nilai investasi, atau indikator makro lainnya.Sesuatu yang
paling dasar adalah sejauh mana kondisi anak disiapkan oleh keluarga,
masyarakat dan negara.Anak – anak yang karena ketidakmampuan, ketergantungan
dan ketidakmatangan baik fisik mental maupun intelektualnya perlu mendapat
perlindungan, perawatan dan bimbingan dari orang tua (dewasa).Perawatan,
pengasuhan serta pendidikan anak merupakan kewajiban agama dan kemanusiaan yang
harus dilaksanakan mulai dari orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara.
Anak adalah
amanah sekaligus karunia Tuhan yang senantiasa harus kita jaga karena dalam
dirinya melekat pula harkat, martabat dan hak – hak sebagai manusia yang harus
dijunjung tinggi. Dari sisi kehidupan anak adalah masa depan bangsa dan
generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas
perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi. Orang tua, keluarga dan
masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut
sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum.
Demikian
pula dalam rangka penyelenggaraaan perlindungan anak, negara dan pemerintah
juga bertanggungjawab untuk menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak,
terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal.Upaya
perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin
dalam kandungan sampai anak berumur 18 tahun. Dalam melakukan pembinaan,
pengembangan dan perlindungan anak, perlu adanya peran masyarakat baik melalui
lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat,
organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa dan
lembaga pendidikan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dikemukakan terdahulu, beberapa masalah
dapat
diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Bagaimana isi dari Pasal
73,77,78 UU No 29 Tahun 2004 tentang “Praktik
Kedokteran”
?
2. Bagaimana isi dari Pasal 39-41
UU No 23 Tahun 2002 tentang “ Pengangkatan
Anak” ?
1.3 Tujuan Penulisan Dan Manfaat Penulisan
Makalah ini sebagai suatu karya ilmiah bermanfaat bagi perkembangan hukum
diIndonesia khususnya tentang hukum yang mengatur mengenai kebijakan hukum
pidana
terhadap tindak pidana di bidang medis dan pentingnya perlindungan anak,
yang
diharapkan penulis dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui bagaimana isi dari Pasal 73,77,78 UU No 29 Tahun 2004 tentang
“Praktik
Kedokteran” ?
2. Mengetahui bagaimana isi dari Pasal 39-41 UU No 23 Tahun 2002 tentang
“ Pengangkatan Anak” ?
Adapun yang menjadi manfaat penulisan makalah ini tidak
dapat dipisahkan dari tujuan penulisan yang telah diuraikan diatas yaitu:
A. Manfaat
Teoritis
a.
Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pidana,
khususnya
yang berkaitan dengan Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Tindak
Pidana Di
Bidang Medis.
b. Dapat memberikan masukan kepada masyarakat, lembaga pemerintah, aparat
penegak
hukum tentang Kebijakan Hukum Pidana Di Bidang Medis
B.
Manfaat Praktis
a.
Dapat dijadikan sebagai pedoman dan bahan rujukan bagi rekan mahasiswa,
masyarakat,
praktisi hukum dan pemerintah dalam melakukan penelitian dalam
yang
berkaitan dengan Kebijakan Hukum Pidana Di Bidang Medis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pasal 73,77,78 UU No 29
Tahun 2004 tentang “Praktik Kedokteran”
·
Pasal 73
Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain
yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah
dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/ atau
surat izin praktik.
Setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang
bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda
registrasi dan/atau surat izin praktik.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku
bagi tenaga kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.
·
Pasal 77
Setiap orang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk
lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan
adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi
dokter gigi dan/atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda
paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
·
Pasal 78
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara-cara
lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan
seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah
memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi
atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (20 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
2.2 Pasal 39-41 UU No 23 Tahun
2002 tentang “ Pengangkatan Anak”
·
Pasal 39
1)
Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi
anak dan
dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan
peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2)
Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak memutuskan
hubungan
darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya.
3)
Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon
anak angkat.
4)
Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai
upaya
terakhir.
5)
Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan
denganagama
mayoritaspenduduk setempat.
·
Pasal 40
1)
Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal
usulnya dan
orangtua kandungnya.
2)
Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud
dalam ayat
(1)dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang
bersangkutan.
·
Pasal 41
1) Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap
Pelaksanaan pengangkatan
anak.
2) Ketentuan mengenai bimbingan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain
yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah
dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/ atau
surat izin praktik.
Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi
anak ,seagama dan tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan
orang tua kandungnya.
3.2 Saran
Dengan adanya penerapan tanggung jawab dokter yang sudah diberikan oleh
pihak Rumah Sakit atas tindakan medis yang dilakukan dokter berdasarkan implied
consent kepada pasien gawat darurat, diharapkan dokter mampu untuk memegang
teguh prinsip tanggung jawabnya secara profesional dalam memberikan
pelayanannya kepada pasien.
Perlindungan anak dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak
langsung.Secara langsung, maksudnya kegiatan tersebut langsung ditujukan kepada
anak yang menjadi sasaran penanganan langsung. Kegiatan seperti ini, antara
lain dapat berupa cara melindungi anak dari berbagai ancaman baik dari luar
maupun dari dalam dirinya, mendidik, membina, mendampingi anak dengan berbagai
cara, mencegah kelaparan dan mengusahakan kesehatannya dengan berbagai cara,
serta dengan cara menyediakan pengembangan diri bagi anak. Sedangkan yang
dimaksud dengan perlindungan anak secara tidak langsung adalah kegiatan yang
tidak langsung ditujukan kepada anak, melainkan orang lain yang terlibat atau
melakukan kegiatan dalam usaha perlindungan terhadap anak tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. e-journal.uajy.ac.id/3608/4/3HK10026.pd
2. Chrisdiono M. Achadiat, 2006, Etika Dan
Hukum Dalam Tantangan Zaman, Jakarta :
EGC, hal 19
3. Sri sumiati, 2009, Kebijakan hukum pidana
terhadap korban tindak pidana di bidang
medis, hal 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar