BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kehamilan
merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan psikologis dan
adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Sebagian besar kaum
wanita menganggap bahwa kehamilan adalah kodrati yang harus dilalui tetapi
sebagian lagi menggapnya, sebagai peristiwa yang menetukan kebidupan
selanjutnya.
Perubahan
fisik dan emosional yang komplek, memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian pola
hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi
kebanggan yang ditumbuhkan dari norma-nomra social kultur dan persoalan dalam
kehamilan itu sendiri dapat merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis mulai
dari reaksi emosional emosional ringan hingga ke tingkat gangguan jiwa yang
berat.
Beberapa
penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam mengahadapi aktivitas dan peran
barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah
melahirkan, baik tetapi sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan
mengalami gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai gejala atau sindroma
yang oleh para peneliti dan klinisi disebut post-partum blus.
Post-partum blus. Sendiri
sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun 1875 telah menulis refrensi di literature
kedokteran mengenai suatu keadaan disforia ringan pasca salin yang disebut
sebagai milk fewer karena gejala disforia tersebut muncul bersamaan dengan
laktasi. Dewasa ini post-partum blues (PPB) atau serig juga disebut maternity
blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan efek ringan
yang sering tampak dalam minggu petama setelh persalinan dan ditandai dengan
gejala-gejala seperti :reaksi deprsi/sedih/disforia, menangis , mudah
tersinggung (iritabilitas), cemas, labilitas perasaan, cenderung menyalahkan
diri sendiri , gangguan tidur dan gangguan nafsu makan . Gejala-gejala ini
muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam waktu antara
beberapa jam sampai beberapa hari . Namun pada beberapa kasus gejala-gejala tersebut
terus bertahan dan baru menghilang setelah beberapa hari. Minggu atau bulan
kemudian bahkan dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat.
B.
TUJUAN
Agar kita sebagai seorang calon bidan dapat :
1. Mengetahui
fase-fase perubahan psikologi pada ibu pasca partum
2. Mengetahui
apa itu post partum blues
3. Mengetahui
factor penyebab post partum blues
4. Mengetahui
gejala-gejala post partum blues
5. Memberikan
asuhan pada ibu yang mengalami post partum
C. MANFAAT
Manfaat
kita sebagai seorang calon bidan untuk mempelajari mengenai post partum blues
ini, yaitu : karena kita sebagai seorang calon bidan yang tentunya akan selalu
berhadapan dengan wanita sepanjang daur kehidupannya pastinya harus bisa
memberikan asuhan pada wanita sepanjang daur kehidupannya. Apalagi masalah post
partum blues adalah masalah yang di hadapi oleh wanita pasca persalinan dengan
kita mempelajari post partum blues tentunya kita bisa mencegah agar hal
tersebut tidak di hadapi oleh ibu pasca persalinan. Dan bagi ibu yang sudah
terkena gejala post partum blues hendaknya kita sebagai seorang tenaga
kesehatan harus mencegah agar tidak sampai pada tahap selanjutnya yaitu pada
yang lebih parah lagi. Dan juga diharapkan agar kita bisa memberikan asuhan
pada ibu-ibu pasca persalinan agar tidak mengalami post partum blues dan juga memberikan asuhan pada ibu
yang mengalami post partum blues.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
GAMBARAN
UMUM MASA NIFAS
Masa
nifas (puerperium) dimulai sejak kelahiran plasenta dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan saat sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung kira-kira selama 6 minggu. Pengawasan dan asuhan post partum masa
nifas sangat diperlukan yang tujuannya adalah menjaga kesehatan ibu dan
bayinya, baik fisik maupun psikologis, melaksanakan sekrining yang
komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi
komplikasi pada ibu maupun bayinya. Memberikan pendidikan kesehatan tentang
perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, menyusui, pemberian immunisasi pada saat
bayi sehat, memberikan pelayanan KB. Reaksi emosional yang biasanya muncul pada
perempuan di masa nifas pasca melahirkan yaitu:
1. ‘maternity
blues’ atau ‘post partum blues’ atau ‘blues’
2. Psikois
pasca persalinan
3. Depresi
pasca persalinan.
B.
PENGERTIAN
POST PARTUM BLUES
Perubahan
tersebut merupakan perubahan psikologi yang normal terjadi pada seorang ibu
yang baru melahirkan. Namun, kadang-kadang terjadi perubahan psikologi yang
abnormal. Gangguan psikologi pascapartum dibagi menjadi tiga kategori yaitu
postpartum blues atau kesedihan pascapartum, depresi pascapartum nonpsikosis,
dan psikosis pascapartum.
Postpartum blues dapat terjadi sejak hari
pertama pascapersalinan atau pada saat fase taking in, cenderung akan memburuk
pada hari ketiga sampai kelima dan berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau
dua minggu pasca persalinan. Postpartum blues merupakan gangguan suasana hati
pascapersalinan yang bisa berdampak pada perkembangan anak karena stres dan
sikap ibu yang tidak tulus terus-menerus bisa membuat bayi tumbuh menjadi anak
yang mudah menangis, cenderung rewel, pencemas, pemurungdan mudah sakit.
Keadaan ini sering disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan yang
bila tidak segera diatasi bisa berlanjut pada depresi pascapartum yang biasanya
terjadi pada bulan pertama setelah persalinan. Saat ini postpartum blues yang
sering juga disebut maternity blues atau baby blues diketahui sebagai suatu
sindrom gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah
persalinan.
C.
FASE-FASE PERUBAHAN PSIKOLOGI PADA IBU PASCA PARTUM
Seorang
ibu yang berada pada periode pascapartum mengalami banyak perubahan baik
perubahan fisik maupun psikologi. Perubahan psikologi pascapartum pada seorang
ibu yang baru melahirkan terbagi dalam tiga fase:
·
taking in dimana pada fase ini ibu ingin merawat dirinya
sendiri, banyak bertanya dan bercerita tentang pengalamannya selama persalinan
yang berlangsung 1 sampai 2 hari.
·
taking hold dimana pada fase ini ibu
mulai fokus dengan bayinya yang berlangsung 4 sampai 5 minggu.
·
fase letting-go dimana ibu mempunyai
persepsi bahwa bayinya adalah perluasan dari dirinya, mulai fokus kembali pada
pasangannya dan kembali bekerja mengurus hal-hal lain.
D. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB POST PARTUM BLUES
Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini
belum diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya
postpartum blues, antara lain:
1. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen,
progesteron, prolaktin dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah
melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum karena
estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine oksidase yaitu suatu
enzim otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin dan serotonin yang berperan
dalam perubahan mood dan kejadian depresi.
2. Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
3.
Pengalaman dalam proses
kehamilan dan persalinan.
4.
Latar belakang psikososial ibu
5.
Takut kehilangan bayinya atau
kecewa dengan bayinya.
Ada beberapa
hal yang menyebabkan post partum blues, diantaranya :
1.
Lingkungan melahirkan yang
dirasakan kurang nyaman oleh si ibu.
2.
Kurangnya dukungan dari
keluarga maupun suami.
3.
Sejarah keluarga atau pribadi
yang mengalami gangguan psikologis.
4.
Hubungan sex yang kurang
menyenangkan setelah melahirkan
5.
Tidak ada perhatian dari suami
maupun keluarga
6.
Tidak mempunyai pengalaman
menjadi orang tua dimasa kanak-kanak atau remaja. Misalnya tidak mempunyai
saudara kandung untuk dirawat.
7.
Takut tidak menarik lagi bagi
suaminya
8.
Kelelahan, kurang tidur
9.
Cemas terhadap kemampuan merawat bayinya
10. Kekecewaan
emosional (hamil,salin)
11. Rasa
sakit pada masa nifas awal
Cycde (Regina dkk, 2001) mengemukakan bahwa depresi postpartum tidak
berbeda secara mencolok dengan gangguan mental atau gangguan emosional. Suasana
sekitar kehamilan dan kelahiran dapat dikatakan bukan penyebab tapi pencetus
timbulnya gangguan emosional.
Nadesul (1992), penyebab nyata terjadinya gangguan pasca melahirkan
adalah adanya ketidakseimbangan hormonal ibu, yang merupakan efek sampingan
kehamilan dan persalinan. Sarafino (Yanita dan Zamralita, 2001), faktor lain
yang dianggap sebagai penyebab munculnya gejala ini adalah masa lalu ibu
tersebut, yang mungkin mengalami penolakan dari orang tuanya atau orang tua
yang overprotective, kecemasan yang tinggi terhadap perpisahan, dan
ketidakpuasaan dalam pernikahan. Perempuan yang memiliki sejarah masalah
emosional rentan terhadap gejala depresi ini, kepribadian dan variabel sikap
selama masa kehamilan seperti kecemasan, kekerasan dan kontrol eksternal
berhubungan dengan munculnya gejala depresi.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Llewellyn–Jones (1994),
karakteristik wanita yang berisiko mengalami depresi postpartum adalah : wanita
yang mempunyai sejarah pernah mengalami depresi, wanita yang berasal dari
keluarga yang kurang harmonis, wanita yang kurang mendapatkan dukungan dari
suami atau orang–orang terdekatnya selama hamil dan setelah melahirkan, wanita
yang jarang berkonsultasi dengan dokter selama masa kehamilannya misalnya
kurang komunikasi dan informasi, wanita yang mengalami komplikasi selama
kehamilan.
Pitt (Regina dkk, 2001), mengemukakan 4 faktor penyebeb depresi postpartum sebagai berikut :
a.
Faktor konstitusional. Gangguan post partum
berkaitan dengan status paritas adalah riwayat obstetri pasien yang meliputi
riwayat hamil sampai bersalin serta apakah ada komplikasi dari kehamilan dan
persalinan sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada wanita primipara. Wanita
primipara lebih umum menderita blues karena setelah melahirkan wanita primipara
berada dalam proses adaptasi, kalau dulu hanya memikirkan diri sendiri begitu
bayi lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan menjadi bingung sementara
bayinya harus tetap dirawat.
b.
Faktor fisik. Perubahan fisik setelah proses
kelahiran dan memuncaknya gangguan mental selama 2 minggu pertama menunjukkan
bahwa faktor fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama merupakan faktor
penting. Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkan dan periode laten
selama dua hari diantara kelahiran dan munculnya gejala. Perubahan ini sangat
berpengaruh pada keseimbangan. Kadang progesteron naik dan estrogen yang
menurun secara cepat setelah melahirkan merupakan faktor penyebab yang sudah
pasti.
c.
Faktor psikologis. Peralihan yang cepat dari
keadaan “dua dalam satu” pada akhir kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu
dan anak bergantung pada penyesuaian psikologis individu. Klaus dan Kennel
(Regina dkk, 2001), mengindikasikan pentingnya cinta dalam menanggulangi masa
peralihan ini untuk memulai hubungan baik antara ibu dan anak..
d.
Faktor sosial. Paykel (Regina dkk, 2001)
mengemukakan bahwa pemukiman yang tidak memadai lebih sering menimbulkan
depresi pada ibu – ibu, selain kurangnya dukungan dalam perkawinan.
Menurut
Kruckman (Yanita dan zamralita, 2001), menyatakan terjadinya depresi pascasalin
dipengaruhi oleh faktor :
1.
Biologis. Faktor biologis dijelaskan bahwa depresi
postpartum sebagai akibat kadar hormon seperti estrogen, progesteron dan
prolaktin yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam masa nifas atau mungkin
perubahan hormon tersebut terlalu cepat atau terlalu lambat.
2.
Karakteristik ibu, yang meliputi :
a.
Faktor umur. Sebagian besar masyarakat percaya
bahwa saat yang tepat bagi seseorang perempuan untuk melahirkan pada usia
antara 20–30 tahun, dan hal ini mendukung masalah periode yang optimal bagi
perawatan bayi oleh seorang ibu. Faktor usia perempuan yang bersangkutan saat
kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan
tersebut untuk menjadi seorang ibu.
b.
Faktor pengalaman. Beberapa penelitian diantaranya
adalah pnelitian yang dilakukan oleh Paykel dan Inwood (Regina dkk, 2001)
mengatakan bahwa depresi pascasalin ini lebih banyak ditemukan pada perempuan
primipara, mengingat bahwa peran seorang ibu dan segala yang berkaitan dengan
bayinya merupakan situasi yang sama sekali baru bagi dirinya dan dapat
menimbulkan stres. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Le Masters yang
melibatkan suami istri muda dari kelas sosial menengah mengajukan hipotesis bahwa
83% dari mereka mengalami krisis setelah kelahiran bayi pertama.
c.
Faktor pendidikan. Perempuan yang berpendidikan
tinggi menghadapi tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan sebagai
perempuan yang memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan aktivitasnya
diluar rumah, dengan peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari
anak–anak mereka (Kartono, 1992).
d.
Faktor selama proses persalinan. Hal ini mencakup
lamanya persalinan, serta intervensi medis yang digunakan selama proses
persalinan. Diduga semakin besar trauma fisik yang ditimbulkan pada saat
persalinan, maka akan semakin besar pula trauma psikis yang muncul dan
kemungkinan perempuan yang bersangkutan akan menghadapi depresi pascasalin.
e.
Faktor dukungan sosial. Banyaknya kerabat yang
membantu pada saat kehamilan, persalinan dan pascasalin, beban seorang ibu
karena kehamilannya sedikit banyak berkurang.
E. GEJALA-GEJALA POST PARTUM BLUES
Gejala – gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap
seorang ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau 6 hari setelah
melahirkan. Beberapa perubahan sikap tersebut diantaranya, yaitu :
sering tiba-tiba menangis
karena merasa tidak bahagia,
tidak sabar, penakut,
tidak mau makan, tidak mau
bicara,
sakit kepala sering berganti
mood,
mudah tersinggung (
iritabilitas), merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan,
tidak bergairah, tidak percaya
diri,
khususnya terhadap hal yang
semula sangat diminati,
tidak mampu berkonsentrasi dan
sangat sulit membuat keputusan,
merasa tidak mempunyai ikatan
batin dengan si kecil yang baru saja
dilahirkan,
merasa
tidak menyayangi bayinya,
insomnia yang berlebihan.
Gejala –
gejala itu mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan menghilang
dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun jika masih
berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan itu dapat disebut postpartum
depression.
F.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood / depresi sudah merupakan acuan
pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat
dipergunakan beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu. Endinburgh Posnatal
Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validitas yang teruji yang
dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin.
Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan,
perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada post-partum
blues . Kuesioner ini terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan, di mana setiap
pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan
harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca
salin saat itu. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat
diselesaikan dalam waktu 5 menit. Cox et. Al., mendapati bahwa nilai skoring
lebih besar dari 12 (dua belas) memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi
positif 73% untuk mendiagnosis kejadian post-partum blues . EPDS juga telah
teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda, Swedia, Australia,
Italia, dan Indonesia. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin
dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu
kemudian.
G.
PENATALAKSANAAN/CARA
MENGATASI POST PARTUM BLUES
Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak berbeda
dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu yang
mengalami post-partum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu
ini membutuhkan dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini
membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus
juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan
perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan
pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira mendapat
pertolongan yang praktis.
Secara garis besar dapat
dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku, emosional,
intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama, dengan melibatkan
lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya.
Cara mengatasi gangguan
psikologi pada nifas dengan postpartum blues ada dua cara yaitu :
Dengan cara pendekatan
komunikasi terapeutik
Tujuan dari komunikasi terapeutik adalah menciptakan hubungan baik
antara bidan dengan pasien dalam rangka kesembuhannya dengan cara :
1.
Mendorong pasien mampu
meredakan segala ketegangan emosi
- Dapat memahami dirinya
- Dapat mendukung tindakan konstruktif.
- Dengan cara peningkatan support mental
Beberapa cara peningkatan support mental yang dapat dilakukan keluarga
diantaranya :
1.
Sekali-kali ibu meminta suami
untuk membantu dalam mengerjakan pekerjaan rumah seperti : membantu mengurus
bayinya, memasak, menyiapkan susu dll.
2.
Memanggil orangtua ibu bayi
agar bisa menemani ibu dalam menghadapi kesibukan merawat bayi
3.
Suami seharusnya tahu
permasalahan yang dihadapi istrinya dan lebih perhatian terhadap istrinya
4.
Menyiapkan mental dalam
menghadapi anak pertama yang akan lahir
5.
Memperbanyak dukungan dari
suami
6.
Suami menggantikan peran
isteri ketika isteri kelelahan
7.
Ibu dianjurkan sering sharing
dengan teman-temannya yang baru saja melahirkan
8.
Bayi menggunakan pampers untuk
meringankan kerja ibu
9.
mengganti suasana, dengan
bersosialisasi
10. Suami sering menemani isteri dalam mengurus bayinya
Selain hal diatas, penanganan pada klien postpartum blues pun dapat
dilakukan pada diri klien sendiri, diantaranya dengan cara :
1.
Belajar tenang dengan menarik
nafas panjang dan meditasi
2.
Tidurlah ketika bayi tidur
3.
Berolahraga ringan
4.
Ikhlas dan tulus dengan peran
baru sebagai ibu
5.
Tidak perfeksionis dalam hal
mengurusi bayi
6.
Bicarakan rasa cemas dan
komunikasikan
7.
Bersikap fleksibel
8.
Kesempatan merawat bayi hanya
datang 1 x
9.
Bergabung dengan kelompok ibu
H.
CARA
MENCEGAH POST PARTUM BLUES
Berikut ini beberapa kiat yang mungkin dapat mengurangi resiko
Postpartum Blues yaitu :
1. Pelajari diri sendiri
2. Tidur dan makan yang cukup
3. Olahraga
4. Hindari perubahan hidup sebelum atau sesudah melahirkan
5. Beritahukan perasaan
6. Dukungan keluarga dan orang lain diperlukan
7. Persiapkan diri dengan baik
8. Lakukan pekerjaan rumah tangga
9. Dukungan emosional
10.
Dukungan kelompok Postpartum
Blues
BAB III
KASUS
POST PARTUM BLUES
Ny. “M” dengan kehamilan pertamanya telah melahirkan seorang anak yang berjenis
kelamin lak-laki di BPS Prita Yeni Surantiah Pesisir Selatan dengan partus
spontan dan normal.
Tetapi setelah ± 3 hari
post partum ibu mengatakan kurang tidur karena bayinya yang selalu menangis,
ibu juga mengatakan bahwa ia kurang percaya diri dalam merawat bayinya. Selain
itu : suami ibu juga mengatakn ibu sensitive dan mudah tersinggung dan juga
kurang menyayangi bayinya.
PENDOKUMENTASIAN
ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS PADA NY. “M”
P1A0H1
HARI PERTAMA DAN KELIMA TANGGAL 13 OKTOBER DAN 18 OKTOBER 2011 POST PARTUM
BLUES DI BPS PRITA YENI SURANTIAH
PESISIR SELATAN
Tanggal : 12 oktober 2011 NO. RM : 03089
Pukul : 13.00 WIB
I.
PENGUMPULAN DATA
A.
IDENTITAS / BIODATA
Nama Ibu :
Ny. “M”
Umur : 23 th
Suku / bangsa : Minang / Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan :
SMA
Pekerjaan :
Ibu Rumah Tangga
Alamat :
Jln. Pondok Kopi No. 3 RT.02/RW.05 Kec. SITEBA
Nama Suami :
Tn. “C”
Umur : 25 th
Suku / bangsa : Minang / Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan :
DIII Teknik
Pekerjaan :
Karyawan Swasta
Alamat :
Jln. Pondok Kopi No. 3 RT.02/RW.05 Kec. SITEBA
Nama keluarga yang bias dihubungi : Ny “B”
Hubungan : Tetangga
Alamat :
Jln. Pondok Kopi No. 5 RT.02/RW.05 Kec. SITEBA
No.Telp :
085263889123
B.
ANAMNESA
1.
Keluhan utama :
- ibu tidak mau merawat bayinya
- Ibu
mengatakan kurang tidur
2.
Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
:
No
|
Tgl
|
Usia
Kehamilan
|
Jenis
Persalinan
|
Tem
pat
Bersalin
|
Penolong
|
Komplikasi
|
Bayi
|
Nifas
|
|||||
Ibu
|
Bayi
|
J.K
|
BB/PB
|
Keadaan
|
Involu
si
|
Lochea
|
ASI
|
||||||
|
3.
Riwayat persalinan sekarang
a.
Waktu Persalinan :
13.00 WIB
b.
Tempat melahirkan :
BPS
c.
Ditolong oleh :
Bidan + Mahasiswa
d.
Jenis Persalinan :
Spontan
e.
Lama persalinan :
o
Kala I :
5 jam
o
Kala II : 15 menit
o
Kala III : 15 menit
o
Kala IV : 2 jam
f.
Ketuban
o
Warna :
berwarna jernih
o
Jumlah : 250 cc
o
Bau :
amis tetapi tidak busuk
g.
Bayi
o
Jenis Kelamin :
laki-laki
o
A/S :
9/10
o
BB :
3500 gram
o
PB :
48 cm
o
Molase :
adanya bercak mongol di bokong pasien
o
Kelainan :
tidak ada
h.
Plasenta
o
Ukuran : ±50 cm
o
Kelainan :
tidak ada
i.
Perdarahan selama persalinan :
o
Kala I : ± 25 cc
o
Kala II :
± 75 cc
o
Kala III : ± 75 cc
o
Kala IV :
± 100 cc
j.
Komplikasi persalinan : tidak ada
4. Riwayat
Kontrasepsi
a.
Jenis Kontrasepsi :
tidak ada
b.
Lama Pemakaian :
tidak ada
c.
Ketuban :
tidak ada
5. Riwayat
Kesehatan
a.
Jantung :
tidak ada
b.
Ginjal : tidak ada
c.
DM :
tidak ada
d.
Hipertensi :
tidak ada
e.
Hepatitis :
tidak ada
f.
Dll :
tidak ada
6. Status
Perkawinan
a.
Usia nikah pertama kali : 22 thn
b.
Status perkawinan :
sah
c.
Lama pernikahan : 9 bln
d.
Pernikahan ke :
1
7. Pola
Nutrisi
a.
Makan : ada
-
Menu dan porsi :
1 piring nasi ukran sedang, 1 ptng ikan sbsar kotak korek api, 1 manggkuk sayur
bayam ukrn sedang
-
Frekuensi : 3 x sehari
-
Keluhan :
tidak ada
b.
Minum :
ada
-
Frekuensi :
6-7 gelas sehari
-
Jumah :
6 gelas ukrn rmh tangga
-
Keluhan :
tidak ada
8. Pola
Eliminasi
a.
BAK :
ada
-
Frekuensi :
6-8 kali / hari
-
Warna :
kuning jernih
-
Keluhan :
tidak ada
b.
BAB :
ada
-
Frekuensi :
1-2 kali/hari
-
Konsistensi :
lembek
-
Warna :
kuning kecoklatan
-
Keluhan :
tidak ada
9. Pola
Istirahat dan Tidur
a.
Istirahat siang :
tidak ada
b.
Istirahat malam : 5-6 jam
c.
Keluhan : susah tidur
10. Personal
Hygiene
a.
Mandi :
2 x sehari
b.
Gosok gigi : 2 x sehari
c.
Keramas : 2-3 x seminggu
d.
Ganti pembalut : 2-3 x sehari
e.
Ganti pakaian :
2-3 x sehari
f.
Perawatan Payudara :
tidak ada
11. Olah Raga
a.
Senam nifas :
tidak ada
b.
Frekuensi : tidak ada
12. Pola
Hidup Sehat
a.
Merokok : tidak ada
b.
Alcohol : tidak ada
c.
Jamu-jamu : tidak ada
13. Keadaan
Psikologis : kurang baik
14. Keadaan
Sosial
a.
Hubungan ibu dengan suami : baik
b.
Hubungan ibu dengan keluarga : baik
c.
Hubungan ibu dengan tetangga : baik
d.
Keadaan Spiritual :
shalat 5 x sehari
C.
DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan
umum
a.
Keadaan umum :
kurang baik
b.
Keadaan emosional :
kurang baik
c.
Tanda vital
o
TD :
130/80 mmHg
o
Nadi :
80 x/i
o
Pernafasan :
23 x/i
o
Suhu : 37°C
2. Pemeriksaan
khusus
a.
Wajah :
tidak ada oedema
b.
Leher :
tidak ada pembengkakan kelenjar tyroid, tidak ada pembesaran kelenjar limfe
c.
Payudara
o
Pengeluaran :
ASI kurang lancar
o
Bentuk : simetris kiri dan kanan
o
Puting susu :
menonjol
d.
Abdomen
o
Bentuk :
tidak ada bekas operasi, ada striae lipid gravidarum, ada linea nigra
o
TFU : ½ pusat-sympisis
o
Kontraksi :
baik
o
Kandung kemih :
kosong
e.
Genitalia
o
Perineum :
tidak ada bekas laserasi
o
Lochea
-
Warna : kecoklatan
-
Jumlah : ±10 cc
-
Bau :
amis tidak busuk
f.
Ekstremitas
D.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1.
Darah
o
Hb :
tidak dilakukan
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Baby blues atau postpartum blues adalah keadaan di mana seorang ibu
mengalami perasaan tidak nyaman setelah persalinan, yang berkaitan dengan
hubungannya dengan si bayi, atau pun dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta
dikeluarkan pada saat persalinan, terjadi perubahan hormon yang melibatkan
endorphin, progesteron, dan estrogen dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi
kondisi fisik, mental dan emosional Ibu.
Banyak faktor diduga berperan pada sindroma ini, antara lain adalah
faktor hormonal, faktor demografik yaitu umur dan paritas, pengalaman dalam
proses kehamilan dan persalinan, takut kehilangan bayi, bayi sakit ( kuning,
dll ), takut untuk memulai hubungan suami istri (ML), anak akan terganggu, dan
latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan.
Penanganan gangguan mental postpartum pada prinsipnya tidak berbeda
dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu ini
membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus
juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan
perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan
pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira mendapat
pertolongan yang praktis.
Inti dari Asuhan yang diberikan mencakup perilaku, emosional,
intelektual, sosial dan psikologis klien secara bersamaan dengan melibatkan
lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya.
B. SARAN
Dengan
pembuatan makalah ini diharapkan pembaca bisa memahami konsep dasar postpartum
blues dan bagaimana penerapan asuhan yang tepat diberikan kepada pasien yang
menderita masalah tersebut. Post-partum blues ini dikategorikan sebagai
sindroma gangguan mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan
sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksanai sebagaimana seharusnya,
akhirnya dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat
membuat perasaan perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya. Setelah
diketahui bagaimana asuhan yang benar maka diharapkan postpartum blues ini
berkurang atau dapat ditangani dengan benar. Selain itu, diharapkan pembaca
dapat membagi informasi ini kepada masyarakat dan dapat mempraktekkan ilmunya
saat di lapangan nantinya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ambarwati,
2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm: 87-96).
Irhami. 2010. Proses Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas. zikra-myblog.blogspot.com/2010/06/zikra-proses-adaptasi-psikologis-ibu.html Diunduh 19 Oktober 2010 Pukul 08.55 PM
Irhami. 2010. Proses Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas. zikra-myblog.blogspot.com/2010/06/zikra-proses-adaptasi-psikologis-ibu.html Diunduh 19 Oktober 2010 Pukul 08.55 PM
Saleha,
2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta:
Salemba Medika (hlm: 63-69).
Suherni, 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya. (hlm: 85-100).
The_wie. 2009. Proses Adaptasi Psikologis Ibu Dalam Masa Nifas.
Suherni, 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya. (hlm: 85-100).
The_wie. 2009. Proses Adaptasi Psikologis Ibu Dalam Masa Nifas.
Suparlan,
YB, Rachmanto, W, dan Pardiman, S. 1990. Kamus Istilah Kependudukan dan
Keluarga Berencana. Yogyakarta : Kanisius.
the2w.blogspot.com/2009/10/proses-adaptasi-psikologis-ibu-dalam.html
Diunduh 19 Oktober 2010 Pukul 08.55 PM
Wiknjosastro,
H, Saifudin, BR, dan Rachimhadhi, T. 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Wilkinson,
G. 1992. Buku Pintar Kesehatan : Depresi. Jakarta : Arcan.
www.bluerider.com/wordseach/primipara.
Primipara.
www.ivillage.co.uk/pregnancyandbaby/tools.pregnancy_gloss.
Look Up Any Word In Our Glossary.
www.Jawaban.com.
Urutan Kelahiran.
Yanita,
A, dan Zamralita. 2001. Persepsi Perempuan Primipara Tentang Dukungan Suami
Dalam Usaha Menanggulangi Gejala Depresi pascasalin. Phronesis. Vol.3. No : 5.
34 – 50.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar