BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
belakang
Pada saat ini, perawatan luka telah mengalami
perkembangan yang sangat pesat terutama dalam dua dekade terakhir ini.
Teknologi dalam bidang kesehatan juga memberikan kontribusi yang sangat untuk
menunjang praktek perawatan luka ini. Disamping itu pula, isu terkini yang
berkait dengan manajemen perawatan luka ini berkaitan dengan perubahan profil
pasien, dimana pasien dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan
metabolic semakin banyak ditemukan. Kondisi tersebut biasanya sering menyertai
kekompleksan suatu luka dimana perawatan yang tepat diperlukan agar proses
penyembuhan bisa tercapai dengan optimal.
Dengan demikian, perawat dituntut untuk mempunyai
pengetahuan dan keterampilan yang adekuat terkait dengan proses perawatan luka
yang dimulai dari pengkajian yang komprehensif, perencanaan intervensi yang
tepat, implementasi tindakan, evaluasi hasil yang ditemukan selama perawatan
serta dokumentasi hasil yang sistematis. Isu yang lain yang harus dipahami oleh
perawat adalah berkaitan dengan cost effectiveness. Manajemen
perawatan luka modern sangat mengedepankan isu tersebut. Hal ini ditunjang
dengan semakin banyaknya inovasi terbaru dalam perkembangan produk-produk yang
bisa dipakai dalam merawat luka
1.2.Tujuan
1.2.1. Tujuan
Umum
Agar mahasiswa dapat
mengetahui tentang Perawatan Luka: Luka Bersih, Luka Basah. Untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Integumen
1.2.2. Tujuan
Khusus
1. Pengertian Luka
2. Penyembuhan luka
3. Faktor yang mempengaruhi
penyembuhan luka
4. Perawatan luka
BAB II
PERAWATAN
LUKA
2.1. Pengertian Luka
Secara
definisi suatu luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena
adanya cedera atau pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan
struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Luka adalah rusaknya
kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan
yang rusak atau hilang. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul
:
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi
organ
2. Respon stres
simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
Sedangkan
klasifikasi berdasarkan struktur lapisan kulit meliputi: superfisial, yang
melibatkan lapisan epidermis; partial thickness, yang melibatkan
lapisan epidermis dan dermis; dan full thickness yang
melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia dan bahkan sampai ke
tulang. Berdasarkan proses penyembuhan, dapat dikategorikan menjadi tiga,
yaitu:
a. Healing
by primary intention
Tepi luka bisa menyatu
kembali, permukan bersih, biasanya terjadi karena suatu insisi, tidak ada
jaringan yang hilang. Penyembuhan luka berlangsung dari bagian internal ke
ekseternal.
b. Healing
by secondary intention
Terdapat sebagian jaringan
yang hilang, proses penyembuhan akan berlangsung mulai dari pembentukan
jaringan granulasi pada dasar luka dan sekitarnya.
c. Delayed
primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung
lambat, biasanya sering disertai dengan infeksi, diperlukan penutupan luka
secara manual.
Berdasarkan
klasifikasi berdasarkan lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi dua yaitu: akut
dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka
waktu 2-3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak
tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka lebih dari 4-6 minggu. Luka insisi bisa
dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan berlangsung sesuai dengan
kaidah penyembuhan normal tetapi bisa juga dikatakan luka kronis jika mengalami
keterlambatan penyembuhan (delayed healing) atau jika
menunjukkan tanda-tanda infeksi.
2.2. Mekanisme Terjadinya Luka
1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi
karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan.
Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh
darah yang luka diikat (Ligasi)
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi
akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada
jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi
akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak
tajam.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi
akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan
diameter yang kecil.
5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi
akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.
6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu
luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya
kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
7. Luka Bakar (Combustio)
2.3. Menurut tingkat Kontaminasi terhadap luka :
1. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu
luka bedah tak terinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi)
dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak
terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan
dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya
infeksi luka sekitar 1% - 5%.
2. Clean-contamined Wounds (Luka bersih
terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana saluran
respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol,
kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3%
- 11%.
2.4.
Proses Penyembuhan Luka
1. Luka
akan sembuh sesuai dengan tahapan yang spesifik dimana bisa terjadi tumpang
tindih (overlap)
2. Proses
penyembuhan luka tergantung pada jenis jaringan yang rusak serta penyebab luka
tersebut
3. Fase
penyembuhan luka :
a. Fase
inflamasi :
§ Hari ke 0-5
§ Respon segera setelah terjadi injuri
§ Pembekuan darah
§ Untuk mencegah kehilangan darah
§ Karakteristik : tumor, rubor, dolor, color, functio laesa
§ Fase awal terjadi haemostasis
§ Fase akhir terjadi fagositosis
§ Lama
fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi
b. Fase
proliferasi or epitelisasi
·Hari 3 – 14
·Disebut juga dengan fase granulasi adanya pembentukan jaringan granulasi
pada luka
·Luka nampak merah segar, mengkilat
·Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi : Fibroblasts, sel inflamasi, pembuluh
darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid
·Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan
penebalan lapisan epidermis pada tepian luka
· Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi
c. Fase
maturasi atau remodelling
ü Berlangsung dari beberapa minggu sampai dengan 2 tahun
ü Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka
serta peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength)
ü Terbentuk jaringan parut (scar tissue)
ü 50-80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya
ü Terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular and
vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan.
2.5.
Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka
1. Status
Imunologi
2. Kadar
gula darah (impaired white cell function)
3. Hidrasi
(slows metabolism)
4. Nutriisi
5. Kadar
albumin darah (‘building blocks’ for repair, colloid osmotic pressure – oedema)
6. Suplai
oksigen dan vaskularisasi
7. Nyeri
(causes vasoconstriction)
8. Corticosteroids
(depress immune function)
2.6. Pemilihan Balutan Luka
Balutan luka
(wound dressings) secara khusus telah mengalami perkembangan yang sangat
pesat selama hampir dua dekade ini. Revolusi dalam perawatan luka ini dimulai
dengan adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh Professor G.D Winter pada
tahun 1962 yang dipublikasikan dalam jurnalNature tentang keadaan
lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka. Menurut Gitarja (2002), adapun
alasan dari teori perawatan luka dengan suasana lembab ini antara lain:
1. Mempercepat
fibrinolisis
Fibrin
yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih cepat oleh netrofil dan
sel endotel dalam suasana lembab.
2. Mempercepat
angiogenesis
Dalam
keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan merangsang lebih pembentukan
pembuluh darah dengan lebih cepat.
3. Menurunkan
resiko infeksi
Kejadian
infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan perawatan
kering.
4. Mempercepat
pembentukan Growth factor
Growth
factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk membentuk stratum corneum
dan angiogenesis, dimana produksi komponen tersebut lebih cepat terbentuk dalam
lingkungan yang lembab.
5. Mempercepat
terjadinya pembentukan sel aktif.
Pada
keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan
limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.
2.7. Perawatan Luka Bersih
Perawatan luka bertujuan untuk meningkatkan proses
penyembuhan jaringan juga untuk mencegah infeksi. Luka yang sering ditemui oleh
bidan di klinik atau rumah sakit biasanya luka yang bersih tanpa kontaminasi
misal luka secsio caesaria, dan atau luka operasi lainnya. Perawatan luka harus
memperhatikan teknik steril, karena luka menjadi port de entre nya
mikroorganisme yang dapat menginfeksi luka.
A. PERSIAPAN
1. Mencuci
tangan
2. Menyiapkan
alat-alat dalam baki/trolley
Alat
Steril dalam bak instrumen ukuran sedang tertutup:
ü Pinset anatomis (2 buah)
ü Pinset chirurgis (2 buah)
ü Handscoon steril
ü Kom steril (2 buah)
ü Kassa dan kapas steril secukupnya
ü Gunting jaringan/ Gunting Up Hecting
(jika diperlukan)
Alat Lain:
ü Gunting Verband/plester
ü Plester
ü Nierbekken (Bengkok)
ü Lidi kapas
ü Was bensin
ü Alas / Perlak
ü Selimut Mandi
ü Kapas Alkohol dalam tempatnya
ü Betadine dalam tempatnya
ü Larutan dalam botolnya (NaCL 0,9%)
ü Lembar catatan klien
3. Setelah
lengkap bawa peralatan ke dekat klien
B. MELAKUKAN PERAWATAN LUKA
1. Mencuci
tangan
2. Lakukan
inform consent lisan pada klien/keluarga dan intruksikan klien untuk tidak
menyentuh area luka atau peralatan steril.
3. Menjaga
privacy dan kenyamanan klien dan mengatur kenyamanan klien
4. Atur
posisi yang nyaman bagi klien dan tutupi bagian tubuh selain bagian luka dengan
selimut mandi.
5. Siapkan
plester untuk fiksasi (bila perlu)
6. Pasang
alas/perlak
7. Dekatkan
nierbekken
8. Paket
steril dibuka dengan benar
9. Kenakan
sarung tangan sekali pakai
10. Membuka
balutan lama
· Basahi plester yang melekat dengan
was bensin dengan lidi kapas.
· Lepaskan plester menggunakan pinset
anatomis ke 1 dengan melepaskan ujungnya dan menarik secara perlahan, sejajar
dengan kulit ke arah balutan.
· Kemudian buang balutan ke
nierbekken.
· Simpan pinset on steril ke
nierbekken yang sudah terisi larutan chlorin 0,5%
11. Kaji
Luka:
Jenis, tipe luka, luas/kedalaman luka, grade luka, warna dasar luka, fase
proses penyembuhan, tanda-tanda infeksi perhatikan kondisinya, letak drain,
kondisi jahitan, bila perlu palpasi luka denga tangan
non dominan untuk mengkaji ada tidaknya puss.
non dominan untuk mengkaji ada tidaknya puss.
12. Membersihkan
luka:
· Larutan NaCl/normal salin (NS) di
tuang ke kom kecil ke 1
· Ambil pinset, tangan kanan memegang
pinset chirurgis dan tangan kiri memegang pinset anatomis ke-2
· Membuat kassa lembab secukupnya
untuk membersihkan luka (dengan cara memasukkan kapas/kassa ke dalam kom berisi
NaCL 0,9% dan memerasnya dengan menggunakan pinset)
· Lalu mengambil kapas basah dengan
pinset anatomis dan dipindahkan ke pinset chirurgis
· Luka dibersihkan menggunakan kasa
lembab dengan kassa terpisah untuk sekali usapan. Gunakan teknik dari area kurang
terkontaminasi ke area terkontaminasi.
13. Menutup
Luka
· Bila sudah bersih, luka dikeringkan
dengan kassa steril kering yang diambil dengan pinset anatomis kemudian
dipindahkan ke pinset chirurgis di tangan kanan.
· Beri topikal therapy bila
diperlukan/sesuai indikasi
· Kompres dengan kasa lembab (bila
kondisi luka basah) atau langsung ditutup dengan kassa kering (kurang lebih 2
lapis)
· Kemudian pasang bantalan kasa yang
lebih tebal
· Luka diberi plester secukupnya atau
dibalut dengan pembalut dengan balutan yang tidak terlalu ketat.
14. Alat-alat
dibereskan
15. Lepaskan
sarung tangan dan buang ke tong sampah
16. Bantu
klien untuk berada dalam posisi yang nyaman
17. Buang
seluruh perlengkapan dan cuci tangan
C.
DOKUMENTASI
1. Hasil observasi luka
2. Balutan dan atau drainase
3. Waktu melakukan penggantian balutan
4. Respon klien
2.8. Perawatan Luka Basah
Balutan
basah kering adalah tindakan pilihan untuk luka yang memerlukan debridemen
(pengangkatan benda asing atau jaringan yang mati atau berdekatan dengan lesi
akibat trauma atau infeksi sampai sekeliling jaringan yang sehat)
Indikasi :
luka bersih yang terkontaminasi dan luka infeksi yang memerlukan debridement
Tujuan :
1. Membersihkan
luka terinfeksi dan nekrotik
2. Mengabsorbsi
semua eksudat dan debris luka
3. Membantu
menarik kelompok kelembapan ke dalam balutan
Persiapan alat :
1. Bak
balutan steril :
· Kapas balut atau kasa persegi panjang
· Kom kecil 2 buah
· 2 pasang pinset (4 buah) atau minimal 3 buah (2 cirurgis dan 1 anatomis)
· Aplikator atau spatel untuk salaep jika diperlukan
· Sarung tangan steril jika perlu
2. Perlak
dan pengalas
3. Bengkok
2
buah
· Bengkok 1berisi desinfektan 0,5 % untuk merendam alat bekas
· Bengkok 2 untuk sampah
4. Larutan
Nacl 0,9 %
5. Gunting
plester dan sarung tangan bersih
6. Kayu
putih dan 2 buah kapas lidi
Prosedur :
1. Jelaskan
prosedur yang akan dilakuakan
2. Dekatkan
peralatan di meja yang mudah dijangkau perawat
3. Tutup
ruangan sekitar tempat tidur dan pasang sampiran
4. Bantu
klien pada posisi nyaman. Buka pakaian hanya pada bagian luka dan instruksikan
pada klien supaya tidak menyentuh daerah luka atau peralatan
5. Cuci
tangan
6. Pasang
perlak pengalas di bawah area luka
7. Pakai
sarung tangan bersih, lepaskan plester dengan was bensin menggunakan lidi
kapas, ikatan atau balutan. Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan
menariknya dengan perlahan sejajar kulit dan mengarah pada balutan. Jika masih
terdapat bekas plester di kulit bersihkan dengan kayu putih
8. Angkat
balutan kotor perlahan-lahan dengan menggunakan pinset atau sarung tangan,
pertahankan permukaan kotor jauh dari penglihatan klien. Bila terdapat drain
angkat balutan lapis demi lapis
9. Bila
balutan lengket pada luka lepaskan dengan menggunakan normal salin ( NaCl 0,9 %
)
10. Observasi
karakter dari jumlah drainase pada balutan
11. Buang
balutan kotor pada sampah, hindari kontaminasi permukaan luar kantung, lepaskan
sarung tangan dan simpan pinset dalam bengkok yang berisi larutan desinfektan
12. Buka
bak steril, tuangkan larutan normal salin steril ke dalam mangkok
kecil. Tambahkan kassa ke dalam normal salin
13. Kenakan
sarung tangan steril
14. Inspeksi
keadaan luka, perhatikan kondisinya, letak drain, integritas jahitan atau
penutup kulit dan karakter drainase ( palpasi luka bila perlu dengan bagian
tangan yang nondominan yang tidak akan menyentuh bahan steril )
15. Bersihkan
luka dengan kapas atau kassa lembab yang telah dibasahi normal salin. Pegang
kassa atau kapas yang telah dibasahi dengan pinset. Gunakan kassa atau kapas
terpisah untuk setiap usapan membersihkan. Bersihkan dari area yang kurang
terkontaminasi ke area terkontaminasi
16. Pasang
kassa yang lembab tepat pada permukaan kulit yang luka. Bila luka dalam maka
dengan perlahan buat kemasan dengan menekuk tepi kasa dengan pinset. Secara
perlahan masukan kassa ke dalam luka sehingga semua permukaan luka kontak
dengan kassa lembab
17. Luka
ditutup dengan kassa kering. Usahakan serat kassa jangan melekat pada luka.
Pasang kassa lapisan kedua sebagai lapisan penerap dan tambahkan lapisan ketiga
18. Luka
difiksasi dengan plester atau dibalut dengan rapi,
19. Lepaskan
sarung tangan dan buang ke tempat yang telah disediakan, dan simpan pisnet yang
telah digunakan pada bengkok perendam
20. Bereskan
semua peralatan dan bantu pasien merapikan pakaian, dan atur kembali posisi
yang nyaman
21. Cuci
tangan setelah prosedur dilakukan
22. Dokumentasikan
hasil, observasi luka, balutan dan drainase, termasuk respon klien
Perhatian :
- Pengangkatan
balutan dan pemasangan kembali balutan basah kering dapat
menimbulkan rasa nyeri pada klien
- Perawat
harus memberikan analgesi dan waktu penggantian balutan sesuai dengan puncak
efek obat
- Pelindung
mata harus digunakan jika terdapat resiko adanya kontaminasi ocular seperti
percikan dari luka
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
a. suatu luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya
cedera atau pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur
anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Luka adalah rusaknya
kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan
yang rusak atau hilang. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul
:
1. Hilangnya
seluruh atau sebagian fungsi
organ
2. Respon
stres
simpatis
3. Perdarahan
dan pembekuan darah
4. Kontaminasi
bakteri
5. Kematian
sel
b. Penggunaan ilmu dan teknologi serta inovasi produk perawatan luka dapat
memberikan nilai optimal jika digunakan secara tepat
c. Prinsip utama dalam manajemen perawatan luka adalah pengkajian luka yang
komprehensif agar dapat menentukan keputusan klinis yang sesuai dengan
kebutuhan pasien
d. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan klinis diperlukan untuk menunjang
perawatan luka yang berkualitas
3.2. Saran
a. Pergunakanlah
makalah ini sebagai pedoman dalam pembelajaran perawatan luka modern
b. Jadilah
calon perawat yang berkompeten dan berdaya saing.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi.
2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika
Bobak, K.
Jensen. 2005. Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
Dudley HAF,
Eckersley JRT, Paterson-Brown S. 2000. Pedoman Tindakan Medik dan Bedah.
Jakarta: EGC.
Effendy,
Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti. 2005. Kiat Sukses menghadapi
Operasi. Yogyakarta: Sahabat Setia.
Potter &
Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
Bryant, R.A. (2007). Acut and
Chronic Wounds Nursing Management. Second Edition. Missouri, St. Louis:
Mosby Inc.
Drs. H. Syaifuddin, AMK. (2006). Anatomi
Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Ed 3. Penerbit Buku Kedokteran;
EGC: Jakarta.
Evelyn C. Pearce. (2008). Anatomi
& Fisiologi Untuk Paramedis. Penerbit: PT. Gramedia, Jakarta.
Indonesia Enterostomal Therapy Nurse
Association (InETNA) & Tim Perawatan Luka dan Stoma Rumah Sakit Dharmais.
2004. Perawatan
Luka. Makalah Mandiri: Jakarta.
Kozier,et al. (1995). Fundammentals
of Nursing: Concepts, Process, and Practice. California: Addison-Weasley.
Mansjoer, Arif, dkk. Eds. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta:
Media Aesculapius FKUI.
Morrison, Moya J. (2003). Manajemen
Luka. Jakarta: EGC.
Potter, P.A, Perry, A.G. (2006). Buku
Ajar Fundamental Keperawatan. Jilid 1. Jakarta: EGC.
R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong.
(1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
R. Sjamsuhidajat,
& Wim de Jong. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3. EGC: Jakarta.
Regauer S, Compton CC. Cultured
Keratinocyte Sheet Enhance Spontaneous Re-Epithelization in a Dermal Explant
Model of Partial-Thickness Wound Healing. J Invest Dermatol. 1990; 95:341-346.
Reksoprodjo, S. (1995). Kumpulan
Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara: Jakarta.
Stevens, PJM. (1999). Ilmu
Keperawatan. Jilid 2. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Wibowo, Daniel S. (2005). Anatomi Tubuh Manusia.
Jakarta: PT Grasindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar